Kata sinergi berasal dari bahasa Yunani, yaitu synergos yang berarti bekerja bersama-sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sinergi berarti kegiatan atau operasi gabungan. Dari dua definisi itu, kita bisa memaknai sinergi adalah upaya yang dilakukan secara bersama-sama (working together) untuk mencapai tujuan bersama. Bung Karno sering menyebutnya dengan istilah, “samen bundeling van alle krachten van de natie.” Atau penyatuan bersama kekuatan bangsa.
Prof. Nyoman Sumaryadi (2018) dalam sebuah diskusi di kelas Program Doktoral Ilmu Pemerintahan IPDN, mengatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat dipengaruhi oleh 3 (tiga) lini. Yaitu pemerintahan, masyarakat, dan swasta. Di tengah-tengahnya ada ruang bagi akademisi dan civil society, sebagai jembatan penghubung.
Pertama, lini pemerintahan daerah (Pemda). Tentu saja, kepala daerah dan DPRD merupakan ujung tombak dalam kerangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Seperti diketahui, 4 (empat) fungsi pemerintahan yaitu fungsi pelayanan (public service), fungsi pengaturan, fungsi pembangunan dan fungsi pemberdayaan (empowerment).
Dalam menjalankan empat fungsi tersebut, Pemda dibekali oleh dokumen hukum berupa Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai guidens pembangunan daerah. Di samping itu, telah dirumuskan pula perencanaan pembangunan berskala tahunan berupa Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Dalam praksisnya, program dan kebijakan tersebut diterjemahkan melalui APBD dalam setiap tahun anggaran.
Satu hal yang perlu ditekankan di sini ialah pentingnya membangun paradigma perencanaan daerah yang dilandasi oleh sinergi antarapemangku kepentingan dan masyarakat. Masyarakat perlu dilibatkan secara substantif dalam penyusunan perencanaan melalui penguatan Musrenbang. Harapannya, belanja daerah yang tercermin dalam APBD benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Dalam hal ini, Presiden Jokowi selalu mengingatkan pentingnya paradigma perencanaan berbasis money follow program untuk menjamin keterpaduan antara program prioritas pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta fokus pada program yang memberikan dampak (impact) kepada masyarakat. Satu rupiah yang dibelanjakan harus memiliki dampak dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, lini masyarakat sipil. Keberadaan masyarakat sebagai “pemilik saham” pemerintahan tidak boleh dianggap enteng. Prof. Ermaya Suradinata (2017) mengatakan bahwa negara dan pemerintahan yang kuat sangat dipengaruhi oleh masyarakat yang kuat, kritis dan berdaya. Karena itu, perlu dipikirkan bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat yang tepat sasaran, agar terjadi transformasi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan zaman.
Pada gilirannya, keberadaan masyarakat sipil yang kuat dan berdaya (good society governance) akan menjadi energi positif dan berkontribusi bagi terwujudnya demokrasi substantif, negara yang kuat, dan pemerintahan yang bersih (good governance). Inilah pekerjaan rumah pemerintah, partai politik, akademisi, dan unsur civil society untuk bahu-membahu dan bekerja mendidik dan memberdayakan masyarakat.