Sebanyak 5 (lima) pimpinan BPK akan habis masa jabatannya di tahun 2024 ini.
Mereka adalah Achsanul Qosasi, yang telah 2 periode menjabat sebagai Anggota dan menuju akhir jabatannya Achsanul terkena kasus korupsi BTS 4G.
Kemudian Hendra Susanto, saat ini menjabat Wakil Ketua BPK (petahana), Daniel Lumban Tobing, petahana dan merupakan eks politisi PDI Perjuangan. Lalu, Pius Lustrilanang, petahana dan merupakan eks politisi Gerindra.
Terakhir, Ahmadi Noor Supit yang merupakan eks politisi Golkar yang menggantikan Harry Azhar Azis karena meninggal dunia pada Desember 2021. Anggota V BPK ini akan mengakhiri jabatannya sebelum 5 tahun, dikarenakan pada September 2024 telah berusia 67 tahun.
Berdasarkan UU BPK Pasal 18 (c), “Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena telah berusia 67 tahun.
Sesuai dengan Pasal 14 UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK, Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat. Sehingga publik diberikan kesempatan yang luas untuk memberikan masukan terkait dengan proses pemilihan Anggota BPK.
Diketahui, sampai dengan batas waktu pendaftaran yaitu tanggal 4 Juli 2024 pukul 15.00wib, peserta yang telah mendaftar sebagai calon Anggota BPK sebanyak 76 orang, yang berasal dari berbagai latar belakang profesi.
Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) memandang pemilihan Anggota BPK tahun 2024 ini menjadi suatu fenomena menarik. Membludaknya antusiasme pelamar sebanyak 76 bakal calon ini merupakan jumlah terbesar sepanjang pencalonan anggota BPK.
Banyaknya jumlah pelamar ini patut diapresiasi. Kami memandang fenomena ini menggambarkan adanya “kegemasan” publik dalam melihat kinerja BPK selama ini, terutama pada sisi penegakan integritas. Diketahui, dalam setiap periode terdapat auditor dan Pimpinan BPK yang tersangkut kasus hukum.
Siapapun dari 5 (lima) Anggota BPK yang akan terpilih nanti, mengemban tugas berat untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK (integritas, independensi dan profesionalisme) di tengah berbagai sorotan miring terhadap kinerja lembaga audit negara tersebut.
Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) bersama Koalisi #SaveBPK menekankan untuk menghindari terjadinya kasus kasus serupa yang melibatkan pimpinan BPK, seluruh putusan BPK harus bersifat kolektif kolegial, bukan seperti yang terjadi sekarang yaitu pengambilan keputusannya sifatnya berdasarkan portofolio. Sehingga tidak ada monopoli atas segala keputusan yang terkait hasil audit berdasarkan portofolio dimaksud. Di sinilah pentingnya adanya check and balance dari pimpinan-pimpinan BPK yang lain.
Perbaikan kelembagaan seperti tersebut di atas sesuai dengan hasil peer review dari badan pemeriksa keuangan negara lain atau Supreme Audit Institution (SAI).
Publik akan menilai bagaimana visi, misi dan gagasan para calon Anggota BPK, apakah kontekstual dengan kebutuhan BPK saat ini dan di masa depan.