Oleh: Prasetyo
Pilkada serentak di Jawa Tengah tahun ini gebyarnya tampak semarak. Beberapa lembaga survei telah merilis figur-figur potensial yang akan maju menjadi calon gubernur.
Dari PDIP ada Hendrar Prihadi dan Bambang Wuryanto. Kemudian ada figur muda dari PKB Gus Yusuf Chudlori, Sudaryono dari Gerindra dan Dico Ganinduto dari Golkar. Muncul pula nama Kapolda Jateng Ahmad Luthfi.
Diketahui, dalam setiap kontestasi politik ketokohan atau figur kandidat menjadi salah satu faktor penopang kemenangan. Para pakar politik menilai figuritas kandidat dapat memengaruhi popularitas dan akseptabilitas. Faktor lain yang berpengaruh adalah kekuatan gagasan yang termanifestasi dalam bentuk visi, misi, program, slogan atau jargon. Faktor ini juga berpengaruh terhadap popularitas, yang pada gilirannya akan meningkatkan elektabilitas.
Faktor selanjutnya, yang tak kalah penting ialah dukungan politik, kekuatan jaringan, dan modal. Tanpa dukungan partai politik, mustahil rasanya seseorang bisa mencalonkan diri. Kemudian, kekuatan jaringan berguna untuk menjangkau secara efektif pemilih di Jawa Tengah yang jumlahnya mencapai sekitar 28,2 juta pemilih. Sementara itu, kekuatan modal juga diperlukan sebagai penopang mesin politik di lapangan.
Dari ketiga faktor tersebut, tampaknya faktor kekuatan gagasan belum banyak didiskusikan di ruang-ruang publik.
Visi yang Membumi
Pada hajat dua kali Pilkada Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengusung visi Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari: Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi. Menurut keterangan Ganjar, visi tersebut diusung karena memiliki relevansi di masanya saat itu. Visi tersebut tampak sederhana, tetapi memiliki kekuatan tersendiri, karena berpijak pada realitas dan mampu mewakili harapan warga secara luas.
Kemudian pada Pilkada 2018, Sudirman Said dan Ida Fauziyah mengusung visi Mbangun Jateng Mukti Bareng: Mencapai Kehidupan Warga Jawa Tengah yang Adil, Sejahtera, Maju dan Beradab.” Melalui visi tersebut, pasangan ini ingin menitikberatkan pemerintahan yang partisipatif. Visi yang diusung Pak Dirman-Mbak Ida juga memiliki daya tarik tersendiri, terutama pada aspek keterlibatan warga dalam proses-proses pembangunan.
Zaman berganti, pada momen Pilkada 2024 tentu diperlukan penyegaran gagasan agar selaras dengan kondisi terkini. Dalam konteks Jawa Tengah kekinian, kita mengharapkan para kandidat gubernur dapat meramu visi yang membumi, visi yang relevan dengan kondisi terkini.
Secara umum, kondisi kekinian Jawa Tengah belum terlalu membuat kita menjadi bungah. Terutama apabila dilihat dari aspek kesejahteraan sosial, saat ini Jawa Tengah berada di zona yang cukup mengkhawatirkan.
Berdasarkan data BPS, angka kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2023 mencapai 11,25%. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berada di angka 9,78%. Sementara, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Tengah juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, mencapai 5,82% per Agustus 2023. Kemudian IPM Jawa Tengah tahun 2023 hanya mengalami kenaikan sedikit, dari 72,80 di tahun 2022 menjadi 73,39 di tahun 2023.
Statistik lainnya yang menggambarkan kondisi kehidupan warga secara lebih komprehensif adalah Indeks Kebahagiaan. Diketahui, indeks kebahagiaan Jawa Tengah berada di peringkat ke-21 dengan 71,73 poin pada tahun 2021. Di Pulau Jawa, peringkat kebahagiaan Jawa Tengah masih tertinggal dengan Jawa Timur (72,08 poin).